Minggu, 27 Maret 2022

Ibu sambung untuk anak-anakku

Kali ini apalagi yang membuat Iren uring-uringan. Tak hentinya ia mengomel dari tadi pagi. Yang cucian tidak ada habisnya, kamar anak-anak berantakan lah, dan terakhir ku dengar omelannya tentang kamar mandi yang bau Pesing karena anak-anak lupa setelah pipis tidak menyiramnya. Yah... Kegiatan seorang ibu itu banyak sekali sejak bangun tidur sampai dengan tidur kembali. Meski banyak mengomel, tetapi dia tidak pernah melimpahkan kekesalannya kepada anak-anak atau padaku. Ya meski tetap kami akan mendengarkan Iren mengomel sendiri. 

Aku beruntung punya istri seperti Iren. Meskipun sering mengomel dibelakang, tetapi aku tahu itu hanya sebagai ungkapan agar hatinya tidak sesak, agar pikirannya bisa tetap waras. Aku mengatakan itu, sebab Iren tak pernah marah-marah padaku ataupun anak-anakku. Setiap kali aku pulang kerja, selalu disambutnya dengan senyum. Aku juga tak pernah melihatnya marah pada anak-anak jika mereka melakukan kesalahan. Misalnya memecahkan piring atau gelas tanpa sengaja. Jika itu terjadi, dia akan segera bergegas mendekati mereka dan menanyakan apakah mereka terluka atau tidak. 

Iren bukanlah ibu kandung dari anak-anakku, mungkin itu juga yang membuatnya tak pernah memarahi mereka meski mereka membuat kesalahan. Aku tahu, betapa kerasnya usaha Iren agar diterima oleh anak-anak. Dulu sebelum Iren menikah denganku Iren adalah seorang guru TK. Yah.. dia guru dari anakku yang paling bontot. Anakku ada empat dan kebetulan laki-laki semua. Paling besar kini duduk di bangku SMA, yang kedua di bangku SMP, yang ketiga dibangku SD dan si bontot TK. Jarak usia mereka rata-rata tiga tahun kecuali yang terakhir lima tahun. Ibu mereka meninggal saat melahirkan si bontot. Karena pendarahan menyebabkan istriku kehabisan darah, kami sudah berusaha dengan memberinya transfusi darah, namun takdirnya menghendaki hal yang berbeda, dia harus meninggalkan kami hidup tanpanya. Beruntung si bontot masih bisa diselamatkan, meski nyawa istriku harus dipertaruhkan dan tak bisa menyaksikan tangis anaknya. Setelah dilahirkan si bontot harus dirawat di inkubator selama enam bulan karena bobotnya yang begitu kurang dari bayi normal. Meski begitu dia bisa bertahan sampai sekarang. Aku bersyukur sekali atas kenikmatan itu. Sebelum mengenal Iren ibuku yang membantuku mengurus anak-anak. Maklum...aku tak bisa merawatnya sendirian karena harus bekerja untuk menafkahi mereka. Tadinya tak terpikirkan untuk menikah lagi, sampai aku bertemu dengan Iren disekolah si bontot. Alasan lainnya adalah suatu hari aku menyaksikan betapa kewalahannya ibuku saat merawat anak-anakku. Sehingga kuputuskan untuk mencarikan ibu untuk anak-anakku.

Dexa, Sandy, Theo dan Dery. Itulah nama anakku dari yang besar sampai paling bontot. Dexa begitu sayang pada ibunya, sehingga dia menentangku menikahi Iren. Namun berkat kegigihan Iren, akhirnya Dexa mau menerimanya. Kasih sayang yang Iren berikan untuk Dery membuat Dexa luluh. Bahkan dia selalu mengawasi gerak-gerik Iren dengan begitu teliti, kalau-kalau sikapnya dibuat-buat. Dexa mengira bahwa Iren hanya menginginkan harta ayahnya yang seorang pemilik sebuah pabrik textile. Seperti wanita yang pernah mencoba merayu ayahnya dulu bahkan saat ibunya masih hidup. 

Sandy anak yang pendiam, jadi ia tak pernah mengomentari apapun. Dia hanya akan bereaksi jika itu tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi dengan sifatnya yang begitu, membuat Iren cukup kesulitan untuk memahami Sandy. Apa yang disukainya dan tidak disukainya. Jika diajak ngobrol juga tak banyak yang disampaikannya. Respon yang diberikan kebanyakan berupa anggukan atau gelengan kepala saja. Berbeda dengan Dexa dan Sandy, Theo dan Dery begitu mudah didekati, mungkin karena sifat mereka yang ceria, mudah bergaul dan juga masih anak-anak. 

"Astagfirullah... Kenapa berantakan sekali sie... Harus Beres-beres lagi, kapan mereka dewasa dan bisa merapikan kamar mereka sendiri," gerutu Iren saat melihat kamar tidur anak-anak. Aku tidak berkomentar karena tak ingin menyakiti hatinya. Sore itu kebetulan anak-anak bermain dengan teman-temannya di dalam kamar. Kamar mereka cukup luas sehingga teman-temannya bisa bermain disana. Memang kamar itu ku desain tidak hanya untuk tidur saja tetapi juga untuk tempat bermain. Terdapat dua tempat tidur tingkat untuk tempat tidur mereka, yang kuletakkan di bagian Utara kamar saling berhadapan antara keduanya. Disamping Utara terdapat kaca ditengah-tengah kasur. Dibagian Selatan kuletakkan lemari kabinet untuk tempat mainan mereka. Sedangkan almari pakaian mereka ada dilaci tempat tidur bagian bawah. Untuk meja belajar mereka berjajar dengan lemari kabinet. Pintu kamar ada disebelah timur. 

Bersambung...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ibu sambung untuk anak-anakku

Kali ini apalagi yang membuat Iren uring-uringan. Tak hentinya ia mengomel dari tadi pagi. Yang cucian tidak ada habisnya, kamar anak-anak b...