Jumat, 25 Februari 2022

bergolak

Kupasrahkan diri dalam kehampaan cinta
Merengkuh nalar yang nestapa
Tiada bertepi
Kugeluti jiwa yang meronta
Menghamba pada gelora rasa
Niscaya yang tak terelakkan
Menganga lubuk yang bergolak
Sungguh tiada berdaya
Jiwa tanpa daya
Menghamba pada pesona tiada rupa
Membelai rindu yang tak terpedaya
Engkau yang terus mengguyur
Rasa yang tak kau terima
Namun tak kau hempaskan jua




Sabtu, 12 Februari 2022

aku dan mertua

Mertua adalah kata yang memiliki banyak cerita. Dimana setiap menantu memiliki versinya masing-masing. Tidak berbeda denganku, mungkin banyak yang mempunyai mertua yang sama sepertiku. 

Aku lebih suka memanggilnya dengan mama jika ada yang menanyakan kabarnya atau menantikan aku bercerita tentangnya. Tak ada kata mertuaku, melainkan mamaku. Yach...karena beliau begitu menyayangiku seperti mamaku sendiri.

Mama mertua memperlakukanku seperti anak kandungnya sendiri. Aku bahkan terkadang lupa bahwa dia adalah mertuaku. Meski tak ku pungkiri ada kalanya aku merasa tidak nyaman. Akan tetapi itu hanya seujung jari saja. Ya, jika digambarkan dengan seluruh anggota badan maka hanya seujung jari itu aku merasa tidak nyaman, sedangkan semua bagian tubuh lainnya merasakan nyaman bahkan sangat nyaman.

Begitu pula dengan bapak mertua. Hanya ada sedikit perbedaan, karena kami jarang berkomunikasi, itu disebabkan karena bapak memang jarang bicara, jadi kami cukup ngobrol seperlunya saja. 

Mereka adalah orang tua keduaku. Keluh kesah kusampaikan kepada mereka. Aku bersama mereka sejak awal menikah hingga kini sudah hampir 13 tahun pernikahanku. Suka duka tentunya sudah kulalui bersama mereka.

Kata terimakasih tak akan cukup untuk menyatakan betapa bersyukurnya aku memiliki mereka. Dukungan selalu mereka berikan. Apalagi pada pekerjaan ku. Ya, meski aku harus meninggalkan anak-anak ku pada mereka, memberikan beban kepada mereka, tetapi tak ada keluhan yang mereka sampaikan. 

Mereka sangat menyayangi cucu-cucunya. Pekerjaan ku sebagai guru membuatku mau tidak mau harus meminta bantuan bapak dan mama mertua untuk menjaga dan menemani mereka bermain. Disaat anak pertama ku masuk TK, mama mertua juga yang harus menungguinya. 

Minggu, 06 Februari 2022

Gabler

"Anggra..."
Kutolehkan wajahku. Ada sesosok laki-laki berbadan tinggi berkulit putih bersih, dan tak ada sehelai bulupun menghiasi kulitnya. Gagah tentunya. Bagiku yang masih bau kencur. Anak usia dua belas tahun, mencintai laki-laki kakak kelasnya. 

Kami berjanji bertemu di mushola depan rumahku. Kebetulan bulan Ramadhan. Kami berniat melantunkan sholawat bersama menanti sholat tarawih. Kegiatan yang selalu dilakukan disaat bulan Ramadhan. 

Gabler itulah nama panggilan gaulnya. Nama aslinya Sigit. Hubungan kami begitu lucu, dan unik.
Hampir setiap hari bertukar surat. Hanya sekedar bercerita tentang kegiatan kami hari itu, dan ungkapan betapa rindunya kami pada satu sama lain.

Untuk: Anggra
Anggra...kamu cantik banget. Tadi aku lewat depan rumahmu lho...kamu lagi nyapu. Aku mau manggil tapi ada bapakmu. Ga jadi. Takut kamu dimarahi bapakmu.
Dari: yang merindukanmu (Gabler)
Isi Sepucuk surat yang diselipkan Gabler dibuku berjanji (sholawat) untukku.

Segera ku buat surat balasan seusai membaca suratnya. 
Untukmu: Gablerku
Aku juga melihatmu, lewat depan rumah bersama kampleng (sahabat Gabler, nama aslinya Muji). Bukankah aku tersenyum padamu. Apakah kamu tidak melihatnya?
Aku juga ingin memanggilmu, tapi bapakku ada diteras. Aku takut bapak memarahimu.
Dariku yang merindukanmu "Anggra"

Begitulah hubungan kami, setiap hari bertukar surat. Jika bertemu, dari jauh saja jantung sudah berdebar kencang. Bergandengan tangan adalah hal yang sangat istimewa bagi kami.

Cara kami bertemu adalah dengan memanfaatkan momen-momen kegiatan yang diadakan oleh mushola. Setiap kali ada peringatan Isro mi'raj akan ada pengajian keliling. Disitulah kami memanfaatkannya untuk bertemu. Kami bersama-sama dengan yang lain berangkat bersama dengan baik sepeda. Aku dibonceng olehnya. 

Malam Ramadhan tentu jadi momen yang sangat membantu, karena kami tidak akan ketahuan. Kami saling berbalas sholawat menunggu Sholat tarawih. Kenangan yang tidak akan terlupa. Selain malam, setelah sholat subuh juga kami gunakan untuk jalan-jalan pagi. Tentunya dengan teman-teman yang lainnya, jadi bapakku tidak curiga.

Cinta pertama yang takkan terlupa. Masa remaja yang berkesan. Anak bau kencur yang untuk pertama kalinya merasakan debaran-debaran yang begitu indah. Pertama kalinya mempunyai pendapat tentang lawan jenis.

Kisah cinta yang hanya berjalan enam bulan, namun tak ada cacat dalam hubungan itu. Ya...karena tak ada kebencian dihati masing-masing. 
Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk berpisah dengannya. Karena alasan sekolah dan dilarang oleh orang tua. Keputusan sepihak dariku yang menyakitinya. Tapi bagi kami itu kenangan yang indah.






Bak Primadona

Puber 
Kata yang tepat tersemat untukku saat itu. Bagaimana tidak. Masa itu aku mulai merasakan bahwa dia ganteng, dia manis, dia perpaduan keduanya. Kenapa banyak dia. 

Nas yang manis, Udin yang ganteng dan Eko yang perpaduan. Bak primadona, aku terbuai oleh godaan lamunan angan yang menjadi nyata. Ya... Mereka memperebutkan ku. Bak primadona desa. 

Sepucuk surat kuterima. Pernyataan Cinta dari Nas. Owh... betapa senangnya hatiku saat itu. Memang itu yang kutunggu. Disana tertulis
"Anggra... Kuberanikan mengungkapkan isi hatiku, setelah kuyakinkan kepada mereka bahwa akulah yang pantas untukmu."

Saat itu aku tak tahu makna sebenarnya dari kalimat itu. Ku hanya merasa sedikit bangga. Ya, karena tebakanku benar. Mereka bertiga memperebutkan aku. Dan memang yang paling kusukai, Nas yang manis. Senyumnya yang menampilkan lesung pipi. Tatapan matanya yang tak pernah dapat kubalas. Karena setiap kali dia menatapku, jantung ku serasa berhenti berdetak. Begitulah cinta dimasa puberku.

Cinta itu berlanjut. Tapi pertemananku dengan Udin dan Eko terhenti saat itu. Mereka menjauh setiap kali bertatap muka atau berpapasan. Ada kenikmatan yang hilang. Rasa diperebutkan. Apakah salah. Entah... 

Saat itu aku menikmati. Bahkan Nas bukanlah kekasihku satu satunya. Ada Beny dihatiku yang lain.


Ngga Banget

"Hei..." Sapa beberapa orang padaku.
"Hei..." Hanya kata itu yang bisa keluar. Tak ingin banyak basa basi. Hari ini tak ada apapun yang menarik bagiku. Rasanya hampa dan hambar. Betapa tidak? Aku lelah setelah beberapa hari belakangan mengurung diri dirumah dan meyesali semua yang sudah terjadi.

"Anggra..." Panggil seseorang dibalik jendela kantin.
Kutolehkan wajahku kearah asal suara, namun tak kudapati sesiapa disana.
Kembali kunikmati mendoan hangat dibalur sambal dan saus yang sedari tadi sudah kupesan.

"Hei..." Tetiba suara tak asing terdengar ditelinga sambil terasa tepukan panas dibahuku.
"Kau..." Pucat pasi seketika melihat sosok yang kini berdiri tepat di depanku. Betapa tidak, dia pria gila yang selama ini kuhindari. Ya... Kurasa dia gila, mengikuti kemana pun aku melangkah, terutama di kampus. Padahal kami awalnya beda jurusan, tapi entah bagaimana ceritanya tahu-tahu dia setiap hari ada dikelas yang sama denganku.

"Jangan gitu dong...masa lihat aku kaya lihat hantu, sakitnya disini tahu...," Sambil menunjuk ke arah dadanya. 
"Ngapain sie, you ngiklan terus...," Nadaku ketua dengan muka jutek.
" Kok gitu..."
"Emang harus gimana? Tegasku masih dengan muka jutek dan siap untuk get out.
Dengan sigap Nino menarik tanganku, mencegahku pergi. Dia selalu saja ngintil dibelakang ku kemanapun aku pergi. Membuat ku merasa risih.
"Hei...lepas, sakit...," Kuucap dengan tegas. Namun teriakanku tak berarti apapun untuk nya.

Kemanapun aku pergi selalu saja Nino mengikutiku. Entah dia tebal muka atau bego. Sudah berkali-kali dijutekin, dihina, tetep aja ngintil dibelakang ku. Entah kenapa aku masih sebel sama Nino. Yach... setelah sikapnya bulan lalu kepadaku. Mempermainkan hati wanita mungkin hobinya, sehingga dengan mudah dan enteng dia melupakan peristiwa itu. Rasanya engga banget hari ini. 




DALAM DIAM

 DALAM DIAM

Oleh: Zikria Desi Anggraini


Diam katanya emas

Bagaimana jika tertawa lepas

Istilah apa yang cocok untuk mengemas.

Diam ini membingungkan

Rindu tertawa riuh bersama kawan

Kemanakah kebersamaan yang ku rindukan?

Hilang bak tertelan waktu hingga tak terelakkan.

Wahai kawan, kesibukan apa yang kau kerjakan

Sehingga temanmu ini merasa terabaikan

Bahkan seperti telah terlupakan

Kabar pun tak ditanyakan

Ini sungguh memilukan.

Meski hampa begitu dirasakan

Bahkan tawa pun tersekat ditenggorokan

Harus berusaha menghadapi semua kenyataan

Mencoba fokus pada hal yang dikerjakan

Meski semua terasa memekakkan 


Tak ada yang berkawan.

Diamku sedang menerawang

Anganku seakan berperang

Hatiku teriak mengerang

Ku ingin berdendang

Juga tertawa riang.

Akankah kutemukan kembali

Masa yang dulu pernah menjejali

Hari-hari yang penuh sesak bak tertali 

Namun itu kunikmati penuh tanpa kendali.

Dalam diamku ada rasa yang tak dapat dimengerti

Kerinduan



Memori Tentangmu

Rintik hujan pagi ini, membuaiku dalam sebuah memori yang takkan pernah bisa terhapus.

"Bolos yuk..."
"Kan hari ini ada ulangan Bahasa Inggris, ntar nilai kita langsung kebakar kalau bolos..."
"Yahhh...emang kamu ga tahu kalau ulangannya ga jadi, Bu Herny kan ijin hari ini..."
"Trus gimana nasib ulangan hari ini?"
"Yach ga tahu, tadi pak Edi ngumumin di kelas katanya ulangannya ga jadi karena Bu Herny berhalangan hadir, anaknya sakit."
"Owalah...aku sie kemana tadi?" Sambil cengar-cengir.
"Lagian hari ini kita cuma bersih-bersih buat tes besok."
"Ok dech...Otw kemana kita?"
"Goa Jatijajar."
"Ok..."

Setelah isi absen kelas aku dan Benny pergi ke Goa Jatijajar.

Kami mengendarai motor Ninja berwarna Hijau muda miliknya. 
Diperjalanan handphone berdering.
"Ben... Berhenti dulu...tuh Handphone mu bunyi."
"Biarin aza...nanti disana baru dibuka, kalau penting nanti juga telpon lagi."
"Ok."

Baru sekitar sepuluh menit berlalu, dering handphone kembali berbunyi, kali ini berkali-kali sehingga merusak konsentrasi Benny. Benny merogoh ke saku celananya. 
"Berhenti aza Ben....!"
"Bahaya tau...naik motor sambil pegang HP!"
"Ngga papa, aku cuma mo ambil, nanti kamu yang angkat."

Baru beberapa saat aku selesai berucap, ternyata kami melewati perempatan.
Lampu merah menyala diarah kami, tapi Benny tidak menyadarinya. Dari arah berbeda mobil melaju kencang dan menabrak kami.

Aku terpental jauh, sekitar 10 meter. Benny terdorong jauh dan menghantam tembok sebuah rumah warga.
Aku sempat berteriak memanggil Benny, tapi dia tak menyahut. Setelah itu aku pingsan karena benturan benda keras dikepalaku. Saat aku terbangun, aku sudah berada di RS. 

"Benny...," teriakku saat siuman.
Mamaku terperanjat dari tidurnya mendengarku berteriak.
Saat itu jam dua dini hari dihari ketiga setelah kecelakaan itu.
"Kamu sudah sadar sayang...?" tanya mamaku sambil berlinang air mata. Entah perasaan apa yang dirasakannya saat itu. Rasa syukur atas keadaaan putrinya yang sudah siuman dari pingsan selama tiga hari, juga sedih karena jika putrinya tahu Benny pacarnya meninggal tentu sang putri akan sangat bersedih. Karenanya mama tak mengatakan apapun soal Benny.

"Semoga engkau tenang disana dan mendapatkan tempat yang layak disisiNya," doaku dalam setiap akhir sujudku teruntukmu kekasihku.



Ibu sambung untuk anak-anakku

Kali ini apalagi yang membuat Iren uring-uringan. Tak hentinya ia mengomel dari tadi pagi. Yang cucian tidak ada habisnya, kamar anak-anak b...