Minggu, 21 Maret 2021

Titik Hitam Yang Hilang

 Titik Hitam Yang Hilang

Lembaran Hitam yang Berubah Putih 

Di awali dengan kelulusanku dari SMP. Mulailah aku mencari tujuanku kedepan dalam hidupku. Setelah SMP tentu pilihanku SMA atau SMK. Namun aku berkeinginan untuk melanjutkan ke bangku kuliah, maka kupilihlah SMA, karena dulu yang ku tahu jika SMK maka kemungkinan besar tujuanku bukanlah bangku kuliah tetapi dunia kerja. Meskipun pada akhirnya semua akan menuju dunia kerja, namun menurut hematku saat itu SMA adalah yang terbaik. Apalagi ada dorongan dari orang tua yang menginginkan aku lulus SMA jurusan IPA. Kenapa harus IPA, sebenarnya tidak diharuskan juga, tetapi cita-cita orang tuaku saat itu adalah memiliki putri yang bisa kuliah dikesehatan. Kenapa tidak ambil jurusan kebidanan atau keperawatan karena aku perempuan. Jawabannya hanya satu yaitu saat itu tak terpikirkan sama sekali.

Aku mendaftar di SMA yang terbilang unggul diwilayahku. Aku mengikuti alur pendaftaran, masa orientasi siswa dan lainnya seperti pada umumnya. Kegiatan pun berlangsung hari demi hari. sewajarnya remaja, masa pubertas pasti terjadi, dimana keseharianku sebagai siswi SMA yang biasa-biasa saja menjadi sedikit berbeda. Diawali dengan senyuman, yach... senyuman yang sering kutampakkan diwajahku setiap kali aku bertemu muka dengan orang lain. Bagiku ada satu istilah yaitu Senyumlah untuk semuanya karena senyum adalah ibadah. Dari senyuman itulah aku mendapatkan seseorang yang membawaku ke kehidupan yang jauh lebih baik menurutku. Ya kertas hitampun ku tutup dan kubuka kertas putih bersamanya.

Kala itu aku kelas satu, disemester kedua. Aku selalu mengendarai sepeda motor setiap kali ke sekolah. Bergantian dengan ayahku yang notabene mengajar di SMP. Karena satu arah maka aku berangkat dengan ayahku. Ada satu warung yang setiap hari aku kunjungi untuk membeli bensin. Sebenarnya ada dua warung berjejer disitu dijalan menuju ke sekolahku. Tetapi aku selalu memilih warung itu setiap kali membeli bensin. Alasanku sebenarnya bisa dibilang remeh, tetapi itu menunjukkan jika warung itu jujur dan tidak mengambil keuntungan yang berlebihan. Kenapa kukatakan remeh, ya... alasanku hanya karena pengisian disetiap botol bensinnya penuh sampai ujung botol sedangkan warung sebelahnya tidak. Selisihnya sungguh tidak seberapa sekitar 1 cm mungkin, tetapi bagiku itu sangat berarti. Karena dari perhitunganku setidaknya jika terakumulasi selama seminggu maka aku bisa irit 1/2 liter. Sungguh sangat lumayan bagiku. 

Setiap hari aku mengisi bensinku di warung itu. Sampai suatu hari aku melihat seseorang yang duduk di depan teras rumahnya. Diam tanpa ekspresi, dingin. Rumahnya yang berdampingan dengan warung tempatku langganan membeli bensin. Hari berikutnya aku kembali melihatnya... akupun berusaha memberikan senyumku, karena bagiku aku pernah melihatnya dan dia juga seharusnya pernah melihatku maka kuberikan senyumku. Beberapa hari kemudian, di teras rumahnya tidak hanya dia seorang, melainkan bersama dengan temannya. Di saat aku membeli bensin, seperti biasanya, dia masih tempak dingin, tetapi justru temannyalah yang menyapaku. Kebetulah masa itu sedang populer gantungan kunci dari kartu telpon. Temannya menyapaku dengan meminta gantungan kunci yang kubawa. Dari situlah aku selalu tersenyum kepadanya. Entah dia merasa atau tidak, karena bagiku senyum itu ibadah. Pertemuan itu bagiku adalah awal untukku mengubah lembaran hitam yang kupunya menjadi lembaran putih yang baru.

Hari itu aku menjemput adikku dari kegiatan eskul disekolahnya. Aku menunggu disebuah warung dekat pintu gerbang. Kebetulan sekali dia lewat didepanku. Karena aku merasa aku mengenalnya, akupun memperhatikannya, ternyata dia juga sama, akupun membalikkan muka karena malu. Sejak kejadian itu aku merasa dia mulai memperhatikanku, entah betul atau tidak tetapi itulah yang kurasa. Hari berganti hari, ternyata betul dia mulai memperhatikanku, dia membalas senyumku setiap kulemparkan senyum padanya. Dan suatu hari melalui teman satu kelasku, dia meminta nomor teleponku. Kamipun bertukar nomor telepon. Tetapi saat itu aku masih sering berganti ganti nomor telepon sehingga membuat kami tidak bisa berkenalan lebih jauh. 

Beberapa haripun berlalu tanpa kami bisa berkomunikasi. Pada akhirnya dia kembali menyampaikan pesannya melalui teman satu kelasku, bahwa dia ingin minta nomor teleponku dan kamipun bertukar nomor telepon. Dia mengajakku berkenalan lebih jauh. Yang membuatku tersentuh saat itu adalah caranya berkenalan denganku. Sangat berbeda dengan teman-teman priaku sebelumnya. Kami bertukar foto. Lalu apanya yang berbeda? ya...dia memberikanku sebuah foto, yang berbingkai. Lalu apa istimewanya? Yang istimewa adalah bingkainya berupa Al-Qur'an, Yach...fotonya ada disampul belakang sebuah Al-Qur'an kecil yang muat jika dimasukkan ke dalam saku. Kesan pertama yang begitu istimewa bagiku.

Hari pun berlalu, proses berkenalan berlanjut dengan hubungan Cinta. Dia memperkenalkanku pada sebuah keyakinan yang membuatku lebih mencintai agamaku.  Keyakinannya kepada agama nya yang tinggilah yang membuatku jatuh cinta. 

Hari berganti, bulan berganti dan tahun pun berganti. Hubungan kami berlanjut. Hingga suatu hari dia pergi meninggalkan ku untuk pergi mencari pekerjaan di kota. Hubungan kami masih terus berlanjut dengan komunikasi jarak jauh melalui telepon. Kamipun berkirim surat, karena masa itu masih populer dengan berkirim surat. Ku ungkapkan semua tentang diriku, baik buruknya diriku. Karena aku berprinsip, tidak akan ada sesuatu yang kusembunyikan pada seseorang yang akan  menjadi pasanganku kelak, entah kami berjodoh atau tidak pada akhirnya. Setelah dia menerima surat dariku, dia menyuruh ku menelfonnya ke nomer telepon yang sudah dia berikan padaku sebelumnya. Aku pun menelepon nya melalui wartel. Kalimat yang menurutku lucu tetapi membuatku tambah menyukainya yaitu " I gedebug lope yu", ha ha ha...kutertawa dalam hati karena kegirangan. Ternyata dia masih tetap mau menyukaiku meskipun sudah kuungkapkan semuanya. Setelah hari itu, kunyatakan dalam hatiku bahwa hubungan kami sudah serius. 

Tak terasa hari kelulusankupun tiba. Waktu berlalu dengan menyenangkan bagiku. Setelah lulus aku berniat melanjutkan ke bangku perkuliahan, melalui tes UMPTN. Ternyata aku tidak lulus. Karena tidak lulus akhirnya aku memutuskan untuk bekerja dikota. 

Hubungan kami tetap terus berlanjut dengan berbagai macam luka liku hubungan cinta yang sampai pada akhirnya kamipun memutuskan untuk menikah. Dan lembar hitamku kuganti dengan lembaran baru berwarna putih. Membuka lembaran baru dalam hidupku dengan pria yang sangat kucintai.


4 komentar:

  1. Begitu asyik membacanya, tahu-tahu sudah berakhir kisahnya. Lanjut, semangat literasi

    BalasHapus
  2. Asyik sekali menulisnya. Ceritanya mengalir. Sayang tidak ada dialog dengan Si Dia, salam kenal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trimakasih... Masih awam, baru mencoba menulis... Trimakasih sekali masukannya

      Hapus

Ibu sambung untuk anak-anakku

Kali ini apalagi yang membuat Iren uring-uringan. Tak hentinya ia mengomel dari tadi pagi. Yang cucian tidak ada habisnya, kamar anak-anak b...